Wasit Ngambek Keluar Lapangan
Catatan Ubay KPI
Tak hanya pemain (tim) saja yang kadang ngambek hingga
keluar lapangan saat pertandingan (turnamen). Namun wasit kadang juga ada
ngambeknya dan memilih keluar lapangan. Kisah untuk sikap terakhir begini
ceritanya.
Sabtu, 27 Desember 2014, saya dipanggil orang PSSI Kalbar
untuk memimpin dua tim yang akan bermain di Stadion Sultan Syarif Abdurahman
Pontianak. Awalnya saya pikir hanya main biasa alias laga ingin cari keringat. Namun
setengah babak pertama berjalan,
permainan mulai keras hingga ada kontak bodi yang berlebihan.
Saya yang memimpin permainan itu mulai curiga. Dugaan dalam
hati saya, kedua tim jaga gengsi, dan dugaan kedua ada taruhan di luar
lapangan.
Ternyata dugaan saya benar, kedua tim jaga gengsi. Di babak
kedua saya memimpin dengan peraturan sesuai aturan PSSI. Luas lapangan SSA saya
kelilingi menjaga permainan agar tetap sportif. Namun karena saya bekerja
sendiri, alias tanpa dua asisten wasit yang biasa berjaga di dua sisi lapangan,
saya juga punya keterbatasan tenaga.
Ofsaid, pelanggaran, lemparan ke dalam semua saya yang
menentukan. Dimanapun, hingga wasit tingkat Eropa kadang ada pelanggaran yang
tidak termonitor oleh wasit. Itu bagian dari keterbatasan wasit, umumnya karena
pandangan.
Hingga akhirnya saya memilih keluar lapangan meninggalkan
permainan, sekitar 10 menit babak kedua, ada pelanggaran yang tidak tampak oleh
pandangan saya, waktu terjadi tackling dari belakang oleh satu pemain kepada pemain
yang menguasai bola, saat bersamaan saya melihat kea rah zona ofsaid.
Saya memilih zona ofsaid pertimbangan saya karena bola jauh
dari kotak 16, dan filling saya bola tersebut akan di long ke kawan setimnya
yang ada di depan.
Akibat tackling yang tidak saya hokum tersebut, akhirnya si
pemain marah-marah hingga menyebut “tak lihat kah matanya tuh” kepada saya.
Saya menanggapi dingin ungkapan itu, lantas saya menghampiri
sekaligus memberitahu untuk harap maklum karena kesalahan saya, saya juga
jelaskan kalau saya juga kerja sendiri memantau semua lapangan.
Ternyata sikap saya menjelaskan itu tidak ia terima. Hingga muncul
ucapan kedua “Siapa suruh kerja sendiri”.
Itulah yang amat menghentakkan pikiran saya. Karena ucapan
itu, saya memilih out dari lapangan. Tanpa ijin, selonong boy saya ke meja
wasit di stadion itu.
Permainan tetap berlanjut, namun tidak seindah pada
permainan sebelumnya. Akhirnya mereka menyudahi permainan dalam tempo 25 menit
di babak kedua.
Dari kejadian itu, saya tidak jera memimpin permaianan tim
tersebut. Bahkan saya masih ingin memimpin permainan mereka di lain waktu. Namun
aturan permainan tetap akan 100 persen diterapkan sekaligus saya membawa kartu.
Permainan tidak akan saya anggap main biasa sekedar sparing atau mencari
keringat, namun seperti pertandingan atau turnamen resmi. Meski bayaran yang
akan saya terima tidak setimpal.
Sekian cerita dari lapangan sepakbola kali ini.
@WK Tiam, Jalan Setia Budi Pontianak